Pengertian
Konstitusi
Istilah konstitusi berasal dari bahasa Inggris
yaitu “Constitution” dan berasal
dari bahasa Belanda “constitue”
dalam bahasa Latin (contitutio,constituere)
dalam bahasa Prancis yaitu “constiture”
dalam bahsa Jerman “vertassung”.
Dalam bahasa Indonesia konstitusi diartikan sebagai Keseluruhan dari
peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur
secara mengikat cara suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat
suatu negara. Sedangkan dalam ketatanegaraan RI diartikan sama dengan
Undang–Undang Dasar.
Perbedaan UUD dan Konvensi, UUD yaitu
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang tertulis, sedangkan Konvensi ialah
aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan
Negara meskipun tidak tertulis.
Syarat-syarat konvensi adalah :
1.
Diakui dan
dipergunakan berulang-ulang dalam praktik penyelenggaraan negara.
2.
Tidak
bertentangan dengan UUD 1945.
3.
Memperhatikan
pelaksanaan UUD 1945.
Pengertian
konstitusi menurut para ahli :
- K. C. Wheare, konstitusi adalah keseluruhan sistem ketaatnegaraaan suatu negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara.
- Herman heller, konstitusi mempunyai arti luas daripada UUD. Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis tetapi juga sosiologis dan politis.
- Lasalle, konstitusi adalah hubungan antara kekuasaaan yang terdapat di dalam masyarakat seperti golongan yang mempunyai kedudukan nyata di dalam masyarakat misalnya kepala negara angkatan perang, partai politik, dsb.
- L.J Van Apeldoorn, konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan tak tertulis.
- Koernimanto Soetopawiro, istilah konstitusi berasal dari bahasa latin cisme yang berarti bersama dengan dan statute yang berarti membuat sesuatu agar berdiri. Jadi konstitusi berarti menetapkan secara bersama.
Tujuan konstitusi yaitu :
1. Membatasi
kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang-wenang, maksudnya tanpa
membatasi kekuasaan penguasa, konstitusi tidak akan berjalan dengan baik dan
bisa saja kekuasaan penguasa akan merajalela Dan bisa merugikan rakyat banyak.
2. Melindungi
Hak Asasi Manusia (HAM), maksudnya setiap penguasa berhak menghormati HAM orang
lain dan hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal melaksanakan haknya.
3. Pedoman
penyelengaraan Negara, maksudnya tanpa adanya pedoman konstitusi negara kita
tidak akan berdiri dengan kokoh.
4.
Untuk
membebaskan kekuasaan dari control mutlak para penguasa, serta menetapkan bagi penguasa tersebut batasan kekuasaan.
Nilai-nilai
konstitusi yaitu :
1. Nilai Normatif
adalah suatu konstitusi yang resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka
konstitusi itu tidak hanya berlaku dalam arti hukum (legal), tetapi juga nyata
berlaku dalam masyarakat dalam arti berlaku efektif dan dilaksanakan secara
murni dan konsekuen.
2. Nilai Nominal
adalah suatu konstitusi yang menurut hukum berlaku, tetrapi tidak sempurna.
Ketidak sempurnaan itu disebabkan pasal-pasal tertentu tidak berlaku atau tidak
seluruh pasal-pasal yang terdapat dalam UUD itu berlaku bagi seluruh wilayah
negara.
3. Nilai Semantik
adalah suatu konstitusi yang berlaku hanya untuk kepentingan penguasa saja.
Dalam memobilisasi kekuasaan, penguasa menggunakan konstitusi sebagai alat
untuk melaksanakan kekuasaan politik.
Syarat terjadinya konstitusi yaitu :
1.
Bersifat adil agar suatu bentuk
pemerintahan dapat dijalankan secara demokrasi dengan memperhatikan kepentingan
rakyat.
2.
Melindungi asas demokrasi.
3.
Menciptakan kedaulatan tertinggi yang
berada ditangan rakyat untuk melaksanakan dasar Negara.
4.
Menentukan suatu hukum.
Sifat-Sifat
Konstistusi :
1. Fleksibel / Luwes
apabila konstitusi / undang undang dasar memungkinkan
untuk berubahsesuai
dengan perkembangan zaman di suatu negara.
2.
Rigid / Kaku
Apabila konstitusi / undang undang dasar jika sulit untuk diubah
karena biasanya konstitusi ini diambil dari tradisi-tradisi terdahulu
seperti negarayang
berbentuk kerajaan.
Macam - Macam Konstitusi
:
1. Konstitusi Tertulis (dokumentary
constiutution / writen constitution) adalah aturan-aturan
pokok dasar negara, bangunan negara dan tata Negara. Konstitusi Tidak tertulis (nondokumentary constitution) adalah
aturan-aturan pokok dasar negara, bangunan negara dan tata negara.
2. Konstitusi Fleksibel
(Luwes) adalah konstitusi yang dapat
diubah melalui proses yang sama dengan undang-undang. Konstitusi Kaku (Kaku / Tegas) adalah suatu konstitusi dimana
perubahannya dilakukan melalui suatu cara-cara atau proses khusus.
Ciri-ciri
Konstitusi Fleksibel :
a. Sifat
elastis, artinya dapat disesuaikan dengan mudah.
b. Dinyatakan
dan dilakukan perubahan adalah mudah seperti mengubah Undang-Undang
Ciri-ciri
Konstitusi Kaku :
a.
Memiliki
tingkat dan derajat yang lebih tinggi dari undang-undang
b.
Hanya
dapat diubah dengan tata cara khusus/istimewa
3. Konstitusi Derajat Tinggi
adalah konstitusi yang mempunyai derajat kedudukan yang paling tinggi dalam
Negara dan berada diatas peraturan perundang-undang yang lain. Konstitusi tidak derajat tinggi (Supreme
and not supreme constitution) adalah konstitusi yang tidak mempunyai
kedudukan serta derajat.
4. Konstitusi Serikat (Federal
constitution) adalah system pembagian kekuasaan antara
pemerintah Negara serikat dengan pemerintah Negara bagian. Konstitusi Kesatuan (Unitary constitution) yaitu pembagian
kekuasaan yang tidak dijumpai karena seluruh kekuasaannya terpusat pada
pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam konstitusi.
5. Konstitusi Sistem Pemerintahan
Presidensial adalah sistem pemerintahan dimana badan
eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen. Konstitusi Sistem Pemerintahan Parlementer adalah
sebuah sistem pemerintahan di mana
parlemen memiliki peranan penting di dalam pemerintahan.
Konnstitusi Yang Pernah
Berlaku Di Indonesia
:
1.
UUD 1945
Lama
periode : 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Pembagian
Kekuasaan : => Eksekutif, yaitu kekuasaan untuk
menjalankan Undang –
Undang.
Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden.
=> Legislatif, yaitu kekuasaan untuk
membuat Undang –
Undang.
Kekuasaan ini dipegang oleh DPR dan Presiden.
=> Yudikatif, yaitu kekuasaan untuk
mengawasi jalannya
Undang – Undang.
Kekuasaan ini dipegang oleh
Mahkamah Agung
(MA), Mahkamah Konstitusi (MK),
Komisi Yudisial (KY).
Sistem Pemerintahan : Kabinet Presidensial
Presiden & Wapres : Ir. Soekarno & Mohammad Hatta
(18 Agustus 1945 - 19 Desember 1949)
Pernyataan van Mook untuk tidak berunding dengan Soekarno adalah salah satu faktor yang memicu perubahan sistem pemerintahan dari presidensiil menjadi parlementer. Gelagat ini sudah terbaca oleh pihak Republik Indonesia, karena itu sehari sebelum kedatangan Sekutu, tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala pemerintahan republik diganti oleh Sutan Syahrir yang seorang sosialis dianggap sebagai figur yang tepat untuk dijadikan ujung tombak diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai sosialis di Belanda.
Setelah munculnya Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16 November 1945, terjadi pembagian kekuasaan dalam dua badan, yaitu kekuasaan legislatif dijalankan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kekuasaan-kekuasaan lainnya masih tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14 November 1945. Dengan keluarnya Maklumat Pemerintah 14 November 1945, kekuasaan eksekutif yang semula dijalankan oleh presiden beralih ke tangan menteri sebagai konsekuensi dari dibentuknya sistem pemerintahan parlementer.
2.
KONSTITUSI RIS
Lama
periode : 27 Desember 1949
– 15 Agustus 1950
Bentuk Negara : Serikat (Federasi)
Bentuk Pemerintahan : Republik
Bentuk Negara : Serikat (Federasi)
Bentuk Pemerintahan : Republik
Pembagian
Kekuasaan : Dua Kamar “Bikameral”
Sistem Pemerintahan : Parlementer Semu (Quasi Parlementer)
Konstitusi : Konstitusi RIS
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno = presiden RIS (27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950)
Sistem Pemerintahan : Parlementer Semu (Quasi Parlementer)
Konstitusi : Konstitusi RIS
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno = presiden RIS (27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950)
Pada tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 september 1949 dikota Den Hagg (Netherland) diadakan konferensi Meja Bundar (KMB). Delegasi RI dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, Delegasi BFO (Bijeenkomst voor Federale Overleg) dipimpin oleh Sultan Hamid Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin olah Van Harseveen.
Adapun tujuan diadakannya KMB tersebut itu ialah untuk meyelesaikan persengketaan Indonesia dan Belanda selekas-lekasnya dengan cara yang adil dan pengakuan kedaulatan yang nyata, penuh dan tanpa syarat kepada Republik Indonesia
Serikat
(RIS).
Salah satu keputusan pokok KMB ialah bahwa kerajaan Balanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dam tidak dapat dicabut kembali kepada RIS selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.
Salah satu keputusan pokok KMB ialah bahwa kerajaan Balanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dam tidak dapat dicabut kembali kepada RIS selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.
Demikianlah pada tanggal 27
Desember 1949 Ratu Juliana menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan RIS di
Amesterdam. Bila kita tinjau isinya konstitusi itu jauh menyimpang dari
cita-cita Indonesia yang berideologi pancasila dan ber UUD 1945
karena
:
1. Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalisme) yang terbagi dalam 16
1. Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalisme) yang terbagi dalam 16
negara bagian, yaitu 7 negara bagian dan 9
buah satuan kenegaraan
(pasal 1 dan 2 Konstitusi RIS).
2. Konstitusi RIS menentukan suatu bentuk negara yang leberalistis atau pemerintahan
berdasarkan demokrasi parlementer, dimana
menteri-menterinya bertanggung jawab
atas seluruh kebijaksanaan pemerintah kepada
parlemen
(pasal 118, ayat 2 Konstitusi RIS)
3. Mukadimah Konstitusi RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa atau semangat
pembukaan UUD proklamasi sebagai penjelasan
resmi proklamasi kemerdekaan
negara Indonesia (Pembukaan UUD 1945 merupakan
Decleration of independence
bangsa Indonesia, kata tap MPR no.
XX/MPRS/1996).Termasuk pula dalam
pemyimpangan mukadimah ini adalah perubahan
kata- kata dari kelima sila pancasila.
Inilah yang kemudian yang membuka jalan bagi
penafsiran pancasila secara bebas dan
sesuka hati hingga menjadi sumber segala
penyelewengan didalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia.
3.
UUDS 1950
Lama
periode :
15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Alat-alat
Perlengkapan Negara : 1. Presiden dan Wakil Presiden
2. Menteri
–Menteri
3.
DPR
4.
Mahkamah Agung (MA)
5.
Dewan Pengawas Keuangan
Sistem Pemerintahan : Sistem Kabinet Parlementer dengan demokrasi liberal
Sistem Pemerintahan : Sistem Kabinet Parlementer dengan demokrasi liberal
yang
bersifat semu
Konstitusi : UUDS 1950
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno & Mohammad Hatta
UUDS 1950 adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta.
Konstitusi ini dinamakan "sementara", karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru hingga berlarut-larut.
Dekrit Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses yang ternyata merupkan akhir dari upaya penyusunan UUD.
Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka. Tujuan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah Untuk menyelamatkan kelangsungan kehidupan bangsa.
Konstitusi : UUDS 1950
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno & Mohammad Hatta
UUDS 1950 adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta.
Konstitusi ini dinamakan "sementara", karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru hingga berlarut-larut.
Dekrit Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses yang ternyata merupkan akhir dari upaya penyusunan UUD.
Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka. Tujuan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah Untuk menyelamatkan kelangsungan kehidupan bangsa.
Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 antara lain :
1.
Kembali
berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
2.
Pembubaran
Konstituante
3.
Pembentukan
MPRS dan DPAS
Perbedaan
Sistem Pemerintahan
NO.
|
Presidensial
|
Parlementer
|
1.
|
Kepala pemerintahan Presiden.
|
Kepala Pemerintahan Perdana Mentri
|
2.
|
Menteri-menteri bertanggung jawab
kepada Presiden.
|
Menteri-menteri bertanggung jawab
pada Parlemen.
|
3.
|
Menteri-menteri diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden.
|
Menteri-menteri diangkat dan
diberhentikan oleh Parlemen.
|
4.
|
Presiden dibantu oleh para
Menteri.
|
Perdana Menteri dibantu oleh para
Menteri
|
5.
|
DPR tidak bisa menjatuhkan DPR
|
Parlemen bisa menjatuhkan Perdana
Menteri dengan Mosi tidak percaya.
|
Penyimpangan – Penyimpangan Terhadap Konstitusi Di Indonesia
1.
Periode Berlakunya UUD 1945 (18 Agustus 1945 – 27 Desember
1949)
Penyimpangan
Konstitusional dalam kurun waktu ini, antara lain sbb :
a.
Komite
Nasional Indonesia Pusat berubah fungsi dari pembantu presiden menjadi badan
yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan
Negara berdasarkan Maklumat Wakil Presiden No. X Tanggal 16 Oktober 1945. Seharusnya,
tugas legislatif dilakukan oleh DPR dan tugas menetapkan Garis-Garis Besar
Haluan Negara dilakukan oleh MPR.
b.
Sistem
kabinet Presidensial berubah menjadi kabinet Parlementer berdasarkan usul Badan
Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) pada tanggal 11 November 1945
kemudian disetujui oleh Presiden. Perubahan diumumkan dengan Maklumat Pemerintah
Tanggal 14 November 1945 bahwa kabinet Presidensial berdasarkan UUD 1945
diganti dengan system kabinet Parlementer. Akibat penyimpangan itu adalah
kehidupan politik dan pemerintahan tidak stabil.
2.
Periode Berlakunya Konstitusi RIS (27 Desember 1949 – 17 agustus
1950)
Berikut penyimpangan-penyimpangan
yang terjadi saat berlakunya Konstitusi RIS.
a.
Negara Kesatuan Republik Indonesia
berubah menjadi Negara Federasi / Republik Indonesia Serikat (RIS). Perubahan
tersebut berdasarkan kepada Konstitusi RIS. Bentuk Negara serikat bertentangan
dengan konsep pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b.
Penggantian UUD 1945 menjadi
Konstitusi RIS.
c.
Kekuasaan Legislatif yang seharusnya
dilaksanakan Presiden dan DPR dilaksanakan DPR dan Senat.
d.
Pemerintahan parlementer tidak sesuai
semangat UUD 1945.
3.
Periode Berlakunnya UUDS 1950 (17 Agustus
1950 - 5 Juli 1959)
Penyimpangan-Penyimpangan yang
terjadi selama berlakunnya UUDS 1950.
a. Dengan berlakunnya UUDS
mengakibatkan terjadi perubahan sistem kabinet Presidensial menjadi kabinet
Parlementer. Adanya perubahan atau perbedaan itu adalah tidak tercapainya
stabilitas politik dan pemerintahan yang akibatnya sering bergantinya kabinet.
b. Demokrasi liberal yang diterapkan
pada masa UUDS 1950 ditaksirkan sebagai kebebasan mutlak bagi setiap individu
dan partai politik. Akibatnya setiap partai kelompok, dan golongan senantiasa
bersaing mengedepankan kepentingan kelompoknya. Hal tersebut dapat mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa.
c. Pemerintahan Parlementer dalam
demokrasi liberal mengakibatkan kondisi politik tidak stabil, kabinet yang
dibentuk sering berganti-ganti. System tersebut mengakibatkan ketidakstabilan
pemerintahan dan program-program yang telah disusun pemerintah tidak dapat
berjalan.
4.
Periode Berlakunya Kembali UUD 1945
(5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999)
Pada Masa Berlakunya UUD 1945
Periode kedua
1.
Masa Orde Lama
Lama
periode :
5 Juli 1959 – 22 Februari 1966
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno & Mohammad Hatta
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu. Setelah mentapkan berlakunya kembali UUD 1945. Presiden Sukarno meletakkan dasar-dasar kepemimpinannya yang dinamakan Demokrasi Terpimpin.
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno & Mohammad Hatta
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu. Setelah mentapkan berlakunya kembali UUD 1945. Presiden Sukarno meletakkan dasar-dasar kepemimpinannya yang dinamakan Demokrasi Terpimpin.
Adapun yang dimaksud dengan Demokrasi
Terpimpin oleh Sukarno adalah demokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Demokrasi Terpimpin dalam
praktiknya tidak sesuai dengan makna yang terkandung di dalamnya dan bahkan
terkesan menyimpang, dimana demokrasi yang dijalankan dipimpin oleh
kepentingan-kepentingan politik tertentu. Keadaan ini melahirkan berbagai
penyimpangan terhadap UUD 1945.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
a. Semua pejabat harus setuju NASAKOM
(Nasonalis Agama Komunis)
b. Presiden membubarkan DPR hasil
pemilu 1955 dan membentuk DPR Gotong Royong. Hal ini dilakukan karena DPR
menolak Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang diajukan
pemerintah
c. Pimpinan lembaga tinggi dan
tertinggi Negara diangkat sebagai menteri Negara.
d. Kekuasaan Presiden melebihi wewenang
yang ditetapkan dalam UUD 1945.
e. Penyederhanaan kehidupan
partai-partai politik dengan dikeluarkannya Penetapan Presiden No. 7 Tahun
1959.
f. Pembentukan Front Nasional dengan
Penetapan Presiden No. 13 Tahun 1959
g. Pengangkatan dan pemberhentian
anggota-anggota MPRS, DPA dan MA oleh Presiden
h. Hak Budget DPR tidak berjalan karena
pemerintah tidak mengajukan rancangan Undang-Undang APBN untuk mendapatkan
persetujuan DPR.
i. MPR mengangkat Ir. Soekarno sebagai
Presiden Seumur hidup.
2.
Masa Orde Baru
Lama periode : 22 Februari 1966 – 21
Mei 1998
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Presiden & Wapres : Soeharto (22 Februari 1966 – 27 Maret 1968)
Soeharto (27 Maret 1968 – 24 Maret 1973)
Soeharto & Adam Malik (24 Maret 1973 – 23 Maret 1978)
Soeharto & Hamengkubuwono IX (23 Maret 1978 –11 Maret 1983)
Soeharto & Try Sutrisno (11 Maret 1983 – 11 Maret 1988)
Soeharto & Umar W. (11 Maret 1988 – 11 Maret 1993)
Soeharto & Soedharmono (11 Maret 1993 – 10 Maret 1998)
Soeharto & BJ Habiebie (10 Maret 1998 – 21 Mei 1998)
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal 23 (hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada fihak swasta untuk menghancur hutan dan sumberalam kita.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", diantara melalui sejumlah peraturan
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Presiden & Wapres : Soeharto (22 Februari 1966 – 27 Maret 1968)
Soeharto (27 Maret 1968 – 24 Maret 1973)
Soeharto & Adam Malik (24 Maret 1973 – 23 Maret 1978)
Soeharto & Hamengkubuwono IX (23 Maret 1978 –11 Maret 1983)
Soeharto & Try Sutrisno (11 Maret 1983 – 11 Maret 1988)
Soeharto & Umar W. (11 Maret 1988 – 11 Maret 1993)
Soeharto & Soedharmono (11 Maret 1993 – 10 Maret 1998)
Soeharto & BJ Habiebie (10 Maret 1998 – 21 Mei 1998)
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal 23 (hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada fihak swasta untuk menghancur hutan dan sumberalam kita.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", diantara melalui sejumlah peraturan
·
Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan
bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan
UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya.
·
Ketetapan
MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila
MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat
melalui referendum.
·
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang
Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
Orde Baru dapat pula diartikan sebagai
koreksi total atas segala penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama.
Koreksi itu terlihat melalui perumusan yang dihasilkan pada siding-sidang MPRS,
misalnya :
Ø Menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan system Presidensial.
Ø Melaksanakan Pemilu secara teratur untuk memilih wakil-wakil
rakyat yang duduk dalam DPR dan MPR.
Ø Menyelenggarakan kehidupan sosial, budaya, politik dan
keamanan secara demokratis berdasarkan UUD 1945.
Ø Mengarahkan kebijakan Negara untuk menjamin pembangunan
kesejahteraan rakyat di segala bidang.
Ø Meletakkan kedudukan semua lembaga tertinggi dan lembaga
tinggi Negara sesuai dengan UUD 1945.
Koreksi
tersebut mengandung tujuan baik, namun peraturan itu tidak berjalan sepenuhnya
bahkan terjadi penyimpangan, contohnya :
1.
Kebebasan politik masyarakat sangat
dibatasi, masyarakat hanya boleh bergabung/ memilih tiga partai.
2.
Kebebasan dalam menyampaikan
pendapat dibatasi, pemerintah menerapkan sistem sensor ketat pada media cetak
maupun elektronik.
3.
Mahasiswa dilarang berpolitik, kampus
jadi tempat yang bersih dari politik.
4.
KKN(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
terjadi dalam pemerintahan.
5.
Sistem pemerintahan yang
sentralisasi.
6.
Pemerintah melakukan penyeragaman
asas/ideologi bagi organisasi atau partai.